4 Hari Bukan untuk Selamanya

Bella Zoditama
3 min readNov 12, 2023

--

Hampir setiap tahun di bulan November, aku selalu membaca tulisan yang pernah kau abadikan dalam blog-mu.

Tentang aku.

Tentang pertemuan kita.

Tentang perjalanan yang pernah kita lakukan walau hanya 4 hari.

Mengenang kembali betapa perasaan nyaman dan keinginan untuk bersama sebenarnya ada. Namun, nyatanya tidak pernah sampai pada tujuan akhirnya. Sebab ada alasan yang tak sempat kuutarakan, mengenai sebuah trauma akibat putusnya perjalanan cinta dua tahun sebelumnya karena jarak yang jauh di antara cinta.

Kemudian sampai pada saatnya, lalu menyisakan kehilanganmu untuk selamanya. Tanpa sempat berpamitan. Tanpa sempat saling meminta maaf dan memberikan penjelasan.

Kemudian hal yang tidak terduga itu datang. Hari di mana kembali membaca tulisanmu dan betapa terkejutnya aku. Karena ada satu tulisan yang sepertinya terabaikan olehku. Tidak terbaca selama 11 tahun sebelumnya dan baru kuketahui sekarang. Atau bisa saja ingatanku ini yang sudah memudar.

Segala sesuatunya memang tidak terduga. Termasuk waktu yang entah kenapa tidak pernah bisa membawa kita pada kebersamaan yang lebih dari sepasang teman (mungkin aku yang menganggapmu hanya sebagai ‘kakak’ tanpa maksud lainnya).

Mungkin jalan cerita ini akan sedikit berbeda walaupun bisa jadi kita tidak bisa benar-benar bersembunyi dari sisa usia yang sudah ditakdirkan.

Akan tetapi…

Aku ingin mengucapkan terima kasih karena kamu telah hadir. Lewat perhatianmu di saat aku mampir ke kotamu, lewat tulisan-tulisan yang pernah dibuat sebelum dan sesudah bertemu aku, termasuk yang sudah kubaca saat ini.

Aku izin mengutipkannya di sini, ya. Sebagai pengingat bahwa ketika aku merasa tidak baik-baik saja dan tidak layak dicintai siapapun, setidaknya kamu pernah menuliskan hal ini.

Waktu, adalah perihal yang selalu saja menjadi musuh terbesar untuk saya. Entah mengapa, saya tak pernah mampu memprediksi seberapa lama sebuah ikatan harus terbangun dengan begitu indah. Kadangkala saya sering ditipu oleh hati saya sendiri mengenai perhitungan-perhitungan waktu. Sama halnya dengan cinta, saya benar-benar tak tahu berapa lama cinta harus tubuh sedemikian lebat, untuk kemudian dipetik. Saya tak tahu. Saya hanya mengikuti apa yang sering dikatakan hati, dan lagi-lagi kadang itu menipu.

Saya menyukai gadis ini dengan diam-diam karena menurut saya diam-diam itu pilihan yang tepat, saya tak ingin ia tahu, bahwa saya kerap memperhatikannya, sampai pada akhirnya tibalah hari ini, hari di mana saya menulis catatan ini 10 November 2012, saya mengatakan padanya, saya menyukainya. Dan mencintainya adalah di luar rencana saya. Oh ya selama 4 hari ini, gadis ini bersama saya, liburan di kota saya. Memang saya tak mengatakannya langsung, tetapi melalui Bangau Kertas berwarna pink. Saya masih mempercayai bahwasannya apapun harapan yang tertulis di tubuh ataupun di sayap bangau kertas, kelak akan terwujud. Saya menuliskan segala yang saya rasa terhadapnya di tubuh bangau kertas pink itu. Tapi setelahnya, setelah ia membacanya, membaca kalimat-kalimat yang tak pernah bisa saya utarakan dengan menggunakan bibir saya, saya mendapatkan jawaban yang tidak saya harapkan keluar dari bibirnya. 4 hari belum cukup, ia belum mengenal saya dan saya belum mengenalnya. Begitu alasannya. Lagi-lagi waktu jadi perihal segala alasan mengandaskan apa yang selama ini meriuhkan kepala saya.

Ya, begitulah mencinta, tak melulu membicarakan tentang guratan senyum, tawa, atau apalah. Sebab itu saya selalu mengatakan hal terhebat dari cinta itu MENCINTAI.

Namun tak apa, saya masih mempunyai 999 dari seribu Bangau Kertas di kepala saya yang saya alamatkan ke gadis ini. Dan saya percaya, kelak waktu pasti akan berbaik hati pada saya. Saya percaya.

Terima kasih sudah memberikan kenangan baik selama kamu hidup, Kak.

--

--