Menjaga “Kenangan” Papa

Bella Zoditama
1 min readOct 28, 2022

--

Ketika Papa pergi, umur saya baru menginjak 18 tahun, adik perempuan pertama di usia 15 tahun, dan adik laki-laki terakhir di usia 6 tahun.

Usia yang cukup muda untuk kehilangan sosok panutan selamanya. Terlebih bagi adik terakhir yang tidak punya cukup memori untuk mengenang beliau. Apalagi dengan kondisinya yang memang berkebutuhan khusus, pasti saat itu dia masih belum memahami konsep kehilangan orang tua.

Dua belas tahun pun berlalu,

Tidak banyak lagi hal yang saya dan adik perempuan (yang saya panggil Adek) ceritakan tentang almarhum. Bukannya lupa, mungkin kami hanya mencoba menjaga perasaan masing-masing.

Saat ini, Adek sudah memiliki pekerjaan yang baik. Setidaknya gaji bulanannya masih dinikmatinya sendiri tanpa intervensi untuk keperluan rumah atau orang tua.

Lalu, entah Adek menyadarinya atau tidak, rasanya sekarang dia seperti menggantikan Papa untuk adik laki-laki kami.

Semisalnya saja dia suka membelikan sesuatu setelah habis gajian. Seperti makanan enak, kaos bola, mainan, dan komik-komik. Mungkin Adek hanya mencoba menyenangkan adik. Atau bisa juga, dia sebenarnya sedang “menjaga” kenangan tentang Papa, yang sulit mengatakan tidak atas permintaaan kami dulu.

Sesuatu hal yang tidak pernah dirasakan oleh adik terakhir.

Sebagai kakak, saya tidak berani mengucapkan terima kasih kepada Adek. Jadi, cukup lewat tulisan ini saja, siapa tahu dia akan membacanya nanti.

Keluarga kami mungkin bukanlah keluarga yang sempurna, tapi saya berjanji untuk tetap menjaga dan menghargai mereka, terutama untuk kedua adik kandung saya.

--

--