Terpentok di Follower

Bella Zoditama
2 min readApr 6, 2020

Media sosial emang jadi salah satu tempat untuk personal branding dan menemukan citra bagi masing-masing orang. Enggak terkecuali bagi para content creator. Bila beberapa taun yang lalu, profesi ini sering dianggap remeh karena keliatan “enggak menghasilkan”, eh setahun belakangan malahan banyak orang yang banting setir dan serius menekuni pembuatan konten.

Aku bisa dibilang salah satunya.

Sejak tahun ini, aku memutuskan fulltime freelancer, setelah sebelumnya menjalani dua pekerjaan sekaligus. Alasannya karena aku pengen banget keluar dari drama kantor yang banyak terjadi selama 3 tahun terakhir, menghindari sementara lingkungan kerja yang cukup toxic, dan tentu karena adanya covid-19 sehingga aku ngerasa lebih aman untuk bekerja dari rumah.

Sayangnya, karena enggak bergabung ke komunitas tertentu, belum pintar membuat konten, dan ditambah enggak mendalami analytic di media sosial, bisa dibilang akunku enggak terlalu berkembang. Padahal, tolak ukur untuk mendapatkan sponsored post atau diundang ke acara-acara blogger berdasarkan dari jumlah follower selain dukungan dari orang dalam.

Akibatnya, banyak yang akhirnya membeli follower biar keliatan aktif dan ramai, padahal kalau dicek benar-benar pasti akan keliatan mana yang organik dan mana yang enggak.

Mungkin aku yang terlalu idealis dan terlalu malas. Tapi aku selalu percaya kalau rezeki pasti ada aja.

Jadi, walaupun akunku bisa dibilang “kecil”, tapi ada aja pihak-pihak yang menawarkan untuk bekerja sama. Jumlahnya mungkin enggak besar, tapi cukup menambah uang tabungan. Seenggaknya keperluan belanja online tetap terpenuhi. Eh…

Sebenarnya tulisan ini enggak jelas juntrungan dan faedahnya. Aku cuma mau ngeluarin uneg-uneg aja sih. Semoga buat kamu-kamu yang baca tulisan ini dan ngerasa senasib kayak aku, jangan patah semangat. Terus menulis dan yakini aja kalau tulisan yang dari hati akan nyampe ke hati.

Mau pamer kaos kaki polkadot yang gemas
Pamer kaos kaki polkadot yang gemas

--

--